Pada waktu Anda mengunjungi toko buku pasti Anda akan menemukan
buku-buku motivasi yang menyarankan kita untuk menjadi kaya.
Apakah salah untuk menjadi kaya? Jelas tidak.Namun banyak orang yang
menganggap kita berpikiran materialistis kalau kita memikirkan suatu
kekayaan. Banyak juga orang yang takut menjadi kaya, dan mereka mencibir
cara-cara hidup orang kaya. Banyak orang tidak menyadari bahwa kalau
tidak ada orang kaya apa yang mereka jual tidak ada yang beli.
Jadi di sini harus kita bedakan “Kaya yang Salah” dan “Kaya yang
Benar”. Tetapi sebelum kita membedakan hal tersebut, kita harus tahu
dulu apa sih definisi dari Kaya.
Ada dua macam bentuk kekayaan, yaitu Kekayaan Materi dan Kekayaan
Moril.
Kekayaan Materi sering kita sebut Kaya secara Financial. Di sini yang
kita ukur adalah sungguh-sungguh tingkat kemampuan keuangan kita.
Kekayaan Moril adalah kekayaan hati dan pikiran. Di sini yang kita ukur
adalah hal-hal yang bersifat non materi misalnya persahabatan, memiliki
rasa cinta, anak-anak yang bahagia, badan yang sehat, pengetahuan yang
luas, wajah yang cantik/ganteng, pasangan yang setia, kemurahan hati
dsb.
Dapatkah kita memilih untuk memiliki satu saja dari kedua jenis
kekayaan tersebut? Jawabnya tentu saja dapat.
Dapatkah kita bahagia dengan salah satu dari kedua jenis kekayaan
tersebut? Dalam hal ini jawabannya tidak cukup dengan dapat atau tidak.
Semuanya tergantung dari bagaimana kita menyikapinya.
Menurut saya sih, selama kita hidup di dunia kita membutuhkan kedua
jenis kekayaan tersebut.
Bagi masyarakat yang hidup di pedalaman atau di pedesaan seringkali
ukuran kekayaannya lebih kepada jenis kekayaan Moril. Mungkin karena
masyarakat di pedalaman atau di pedesaan hanya memikirkan kebutuhan
primer. Tetapi bagi kita hidup di kota sepertinya kita sangat tergantung
pada kekayaan financial.
Mari kita cermati bagaimana kedua jenis kekayaan itu kita butuhkan
dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kita mulai saja dulu dari siklus kehidupan yang ketiga yaitu Dewasa.
Laki-laki atau perempuan dewasa mulai memikirkan untuk menikah dengan
pasangan yang dicintai. Pada saat mereka menemukan calon pasangannya
mereka saling berjanji untuk setia dalam suka dan duka, untung dan
malang. Bahkan dalam sebuah syair lagu dangdut disebutkan makan
sepiring berdua pun rela.
Akhirnya pasangan tsb menikah, kemudian mempunyai anak. Waktu terus
berlalu, penghasilan bergerak lambat tetapi pengeluaran bergerak lebih
cepat. Pasangan tersebut kesulitan untuk mengejar ketertinggalan
ekonominya. Akhirnya mereka saling menuduh dan sering terjadi
pertengkaran. Cita-cita perkawinan akhirnya kandas. Ilustrasi tersebut
bisa dibalik, yaitu ekonomi keluarga sangat baik, tetapi anak-anak
terjerumus narkoba, suami/istri tidak setia….
Ilustrasi singkat ini, hanya contoh kecil dan faktor-faktor yang
mempengaruhi hanya sedikit disampaikan, tetapi kalau kita cermati lebih
dalam, kita perhatikan kehidupan kita maupun sekitar kita….terlihat
bahwa selama masih hidup kita harus bisa mengejar kedua kekayaan
tersebut. Tidak bisa hanya salah satu. Bagaimana porsi kedua jenis
kekayaan itu, masing-masing orang berbeda. Anda sendirilah yang
menentukan.
Yang jelas Kekayaan Financial + Kekayaan moril = Kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah Kekayaan sesungguhnya. Jika kita sudah mendapatkan
kebahagian maka kekayaan kita adalah “Kaya Yang Benar”
Jadi hati-hati lho…jangan sampai kekayaan kita adalah “Kaya Yang
Salah”
Tuesday, September 6, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment